Minggu, 20 Oktober 2013

Dekontruksi Pemahaman Ajaran Islam

Kita pernah mendengar nama seorang Muhammad Syahrur seorang Tokoh Muslim dan pemikir yang cerdas dari Mesir, yang patut kita acungi jempol dan mendadak terkenal karena usahanya untuk meluruskan kembali ajaran Agama Islam yang disebut dengan Dekontruksi Ushulfiqhnya dengan dikaitkan kepada konteks sekarang, namun pemikirannya yang ditulis dalam karyanya dicerca, dikatakan sesat bahkan dikafirkan oleh masyarakat Islam pada saat itu. Karya monumental Ia yang terkenal adalah Alqur’an Alkarim, Qira’ah Al-Ma’ashiroh (Alqur’an Alkarim, Bacaan Kontemporer).
Dari pengalaman inilah, Artinya bahwa Banyak sekali kerancuan akan pemahaman masyarkat Islam tentang ajaran Agama Islam, yang belum bisa memahami maksud Syahrur untuk memunculkan pemahaman baru tentang ajaran Islam, padahal yang digagas olehnya bukan pemahaman baru, melainkan sebatas memahami ajaran Islam dengan pola pikir yang baru, kekeliruan ini dikarenakan doktrin-doktrin teks Agama yang hanya dipahami oleh masyarakat Islam secara tekstual, kemudian hasil dari intrepretasi teks-teks Agama tersebut direalisasikan terhadap kehidupan sehari-hari, akibat itulah ajaran-ajaran Islam banyak yang kurang membumi, disebabkan langkah untuk memahami ajaran Agama itu dimulai dengan deduktif, lalu di manakah letak Islam “rahmatan lil alamin” (Universal) tersebut?
Padahal dalam kehidupan sehari-hari kita, merupakan fenomena-fenomena  keberagamaan sosio-kultural yang mestinya kita jadikan sebagai landasan untuk sebuah pemikiran ajaran Agama Islam, yang cenderung partikularitas atau kondisionalitas, karena ajaran Agama Islam bukan ajaran yang saklek dari ajaran kalsik yang berawal dari pemikiran kondisionalitas pada saat itu oleh para mujtahid, namun  Agama Islam seperti yang saya singgung diatas, bahwa Agama Islam adalah Agama Universal yang akan menjawab segala tantangan kehidupan dari masa ke masa.
Idealnya demikian, namun jika kita mengarah pada realitas sekarang, Agama bukan lagi sebagai penjawab tantangan kehidupan saat ini, tapi malah membuat masalah baru, seperti halnya corak keberagaam yang fundamental melahirkan anarkisme dalam Agama, dikarenakan mereka sangat saklek dalam memahami dan mentransformasikan teks-teks wahyu ke dalam kehidupan realita. Akhirnya Agama Islam dinilai sebagai kebenaran mutlak yang menutup masyarakat akan kesadaran kritis terhadap realita dan muncul untuk mengkritisi dan mengkaji ulang beberapa konsep pemahamannya, yang cenderung Ekslusif.
Sementara itu, Banyak sekali ummat Islam memahami Al-qur’an dengan merujuk pada kitab Tafsir yang seolah-olah itu benar, jika kita menganggap bahwa tafsiran adalah kitab yang mutlak benar, maka kita sama halnya membuat kitab suci baru, padahal tafsir hanya bagian terkecil yang ditulis dari keluasan pemahaman seseorang mengenai Al-qur’an, dan kebanyakan interpretasi para muffasir itu berdasarkan kondisi pada saatnya, dan itu tidak menutup kemungkinan tidak berlaku pada kondisi saat ini, kita sah-sah saja menginterpretasikan teks-teks wahyu yang memang sulit dipahami oleh masyarakat Awam dengan pola pikir kita, namun tetap tidak keluar dari substansi ajaran Islam.

0 komentar: