Senin, 21 Oktober 2013

"Catatan Harian sementaraku"

Tuhan mengancamku berkali-kali, tp aku tetap tdk peduli, aku hadir diharapkan sebagai kaca dari wajah Tuhan, Namun sikapku tak mencerminkan sifat Tuhan.
Lantas kenapa aku hanya berdiam, sedangkan dunia selalu dinamis.
Hati yg cenderung atlantis selalu menangis histeris.
19 Oktober 2013

Aku memiliki harapan tak terbatas, tapi kamu selalu membatasinya.
Kamu, tanpa aku bukan siapa2,
Begitupun aku, tanpa kamu bukan siapa2.
Aku dan kamu, adalah dua dalam satu.

-untuk badanku.
19 September 2013

Semua hal yg sulit di dunia ini, dapat dimengerti dgn cara yg sederhana. Bahkan untuk sesuatu yg abstrak sekalipun, seperti cinta.

Aku gak pernah pusing mikirin cinta. Cinta itu sederhana. Sma sederhananya seperti menulis menggunakan pena. Bukan titik yg mmbwt tinta, tapi tinta yg mmbwt titik, bukan cantik yg mmbwt cinta, tapi cinta yg membwt cantik.
21 Juli 2013

ketika kesalahan dipermasalahkan panjang..
maka tidak ada lagi kepositifan yang terang, dan pada akhirnya menjadi pandangan Negative...
bahkan itu akan menjadi acuan untuk menilai sesorang...

padahal manusia adalah makhluk yang bersifat nisbi, manusia tidak akan mampu memahami secara utuh terhadap realitas seobjektif mungkin tanpa sedikitpun ada yang tersamarkan...

ini terlahir dari pengalaman realitas yang bersifat materil...
hati memang egois, tapi hati adalah atlantis yang bisa kau tumbuhi ketika memandang seseorang dengan positif, maka kenegatifan akan runtuh tak perlu waktu yang lama.

^mungkin ini adalah bahasa yang mewakili dari perasaanku pagi ini..

11 November 2013

ketika kanakalanMu menjadikanku bagai manusia yang tak pernah henti memikirkanMu.. ada sebuah taman indah yang tak pernah terlihat di alam metafisik. 

pada pengalaman ini, ada saat ketika aku tidak mengerti tentang cinta ini, bahkan aku tak tau siapa yang aku cintai?? ada juga saat Kamu menghancurkanku, namun, ada saat dimana Kamu membangunkanku dari kehancuran,.. 

Benar-benar, aku tidak Paham apa yang Kamu lakukan pada diri ini, ketika aku mencoba untuk memikirkan hal itu, akupun selalu gagal...
Kamu punya rasa, tapi sekaligus tak punya rasa...
Kamu adalah Abstrak dari segala keAbstrakan.

11 November 2013

Dia adalah yang tak terpikirkan, Dia adalah yang tak terkonsepsikan, Dia adala yang tak terdefinisikan. aku tak mangenal-Nya secara utuh, dan Dia adalah Objek yang tak pernah habis dibicarakan dari setiap masa. apapun Dia dan siapapun Dia, Dia adalah Cahaya yang harus slalu didekati, jika aku menjauh maka Cahaya itupun akan redup dan gelap.
11 November 2013


Minggu, 20 Oktober 2013

Bertauhid artinya meniadakan apapun kecuali satu. secara etimologis bahwa bertauhid adalah meng”esa”kan dengan maksud Objeknya adalah Tuhan, dan Tuhan merupakan Subject sekaligus Object bagi manusia, berdasarkan salah satu konsep Islam yaitu “Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun” sesungguhnya kita bersal dari Allah dan kembali kepada Allah. Tuhan adalah otoritas tertinggi dalam segala hal. “La ilah illa Allah” tiada Tuhan selian Allah. meniadakan Tuhan selain dari pada Allah adalah ungkapan yang egois, namun bagi manusia yang memahami Tauhid secara mutlak adalah hal yang memang pantas untuk diucapkan.
Dalam pandangan para Teolog, Tauhid adalah mengesakan Allah. Sehingga engkau dapat berkata, “Dia adalah satu dalam dzat-Nya, tidak memiliki Tandingan, satu dalam perbuatan-Nya tanpa ada sekutu bagi-Nya, satu dalam sifat-sifat-Nya tanpa ada yang menyerupai-Nya”.
Berserah diri kepada Allah adalah hal yang wajar dan harus dilakukan, “Tuhan yang mengusai langit dan bumi dan apa-apa yang ada diantara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguhlah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (Maryam: 65)
Sesungguhnya kalimat “laa ilaha illa Allah” (tayyibah) merupakan kalimat pembebasan bagi manusia. Artinya kalimat tayyibah sendiri memiliki konsekuensi bagi siapa saja memegangnya. Karena sudah seharusnya setiap kebebasan memiliki dampak bagi mereka yang menganut kebebasan tersebut, terlepas dari dampak baik atau buruk yang dihasilkan, prof. Amin Rais mengatakan dalam bukunya yang berjudul Cakrawala Islam; “tahrirun nas min ibadatil ibad ila ibadatillah (membebaskan manusia dari menyembah sesama manusia kepada menyembah Allah semata)”sebagai dampak dari pada Iman. Bila ditelaah secara mendalam, ungkapan diatas bermakna Tauhid sebagai pembebasan terhadap konstruk sosial yang bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan, bahkan lebih jauh lagi menyingkirkan segala hal yang bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan.
sejalan dengan ini Nur Cholis Madjid berpendapat bahwa bentuk dari pembebasan yang dimaksud adalah apa saja yang mampu membawa manusia dari berbagai belenggu zaman modern. Misal, kehadiran Islam di Afrika hitam membawa kebebasan yang memang menjadi kebutuhan rakyat benua yang tertindas dari bangsa-bangsa barat.
Sebelum itu semua, penulis merasa membangun konsepsi umat  terlebih dahulu tentang apa itu Tauhid, merupakan prioritas. Pada dasarnya manusia benar-benar paham bahwa “Tauhid tidak mempertentangkan antara dunia dan akhirat, antara yang alami dan yang adialami, antara yang imanen dan transenden, antara jiwa dan raga, dan lain sebagainya”. Namun begitu, dikarenakan manusia selalu berkembang, konspesi Tauhid yang telah dibangun seperti diatas bergeser seiring dengan perkembangan social. Pergeseran- pergeseran seperti itulah yang  membuat auhid lari dari kemurnian hakikat tauhid itu sendiri, setidaknya dalam konsepsi umat. Untuk mengembalikan konsepsi umat kepada tempatnya, umat memerlukan atribut-atribut penting, seperti :
 pertama, memiliki komitmen utuh terhadap Tuhannya. Kedua, ia menolak pedoman hidup yang datang bukan dari Tuhan. Ketiga, ia bersikap progresif terhadap kualitas kehidupannya, dan segala realita yang bersinggungan dengannya. Keempat, memiliki tujuan hidup yang jelas. Kelima, memiliki visualisasi yang jelas terhadap kehidupan yang harus dibangun bersama manusia lain.
Dengan begitu, akan muncul suatu semangat tauhid yang tergambarkan dalam kehidupan social dan individu. Semangat tauhid itu berupa penilaian yang kritis serta pengambilan intisari/kesimpulan yang cukup adil, dalam artian iman yang dihasilkan dari atribut-atribut diatas senantiasa memiliki kecendrungan suprarasional di wilayah yang rasional atau sebaliknya. Semangat ini pun akan tercermin dalam kehidupan social seperti terwujudnya inklusivisme dan berangsur-angsur akan meredam ekslusivitas umat. Yang puncaknya adalah unity of godhead (kesatuan ketuhanan).

Terimakasih Daun

Prosa.

Aku duduk seorang diri di pantai, suara ombak-ombak bergantian saling menyahut sehingga menimbulkan nyanyian indah tanpa dusta, warna langit menjadi gelap, matahari mulai meninngalkan manusia yang ramai, kepalaku mengarah kekiri dan melihat segorombolan manusia yang berkumpul sambil meminum kopi dan tak lupa rokok, mereka tertawa terbahak-bahak seakan-akan tidak ada kesedihan yang menghampiri mereka, mereka adalah teman-teman satu komunitasku, komunitas yang memperjuangkan kebebasan hidup, tidak ada aturan, dan tidak ada penjara.
Dalam kebisuan, aku bingung dengan keadaanku sekarang, dulu aku begitu terobsesi dengan mereka, aku menginginkan aku bagian dari mereka, selang beberapa tahun bersama mereka, kejenuhan mendatangiku dan sangat mendzolimiku, aku ingin keluar dari ini, kebebasan yang aku perjuangkan dengan mereka tak ada hasil. Mereka lebih mempopulerkan jargon mereka yang berbunyi : “KEBEBASAN MILIK KITA, TAK ADA PENJARA DALAM HIDUP” mereka menafikan siapa saja yang menghalangi keinginan meraka, termasuk Tuhan dan  orang tua mereka sendiri.
Aku mengambil sebatang rokok dari saku celanaku dan menghidupkannya dengan korek gas yang aku baru beli beberapa jam yang lala, biasa kalo udah di pake bareng-bareng aja ada curanrek (pencurian korek) he . Kuhisap perlahan rokokku dan menhembuskannya dengan kepala agak sedikit menganngkat keatas, mataku terarah kesebuah daun yang tertiup angin, terbang hulu-hilir dan tanpa arah dan tujuan yang jelas. mataku begitu sangat jeli mengikuti arah kemana daun itu akan jatuh. Lalu aku teringat pada dua orang sosok yang begitu mencintaiku tanpa pamrih, mereka mengerti apa yang aku inginkan, fasilitas yang aku butuhkan mereka berikan. Batinku pun tersiksa, aku sering sekali membuat mereka menangis karna kenakalanku, karna tak pernahnya aku dengar yang mereka katakan, karna tak pernahnya aku melakukan apa yang mereka perintahkan, karna.. banyak sekali kesalahan yang seakan-akan aku mencoreng wajah mereka berdua dengan arang hitam. Maafkan aku papa….. maafkan aku mama …..maaf.
Bantinkupun makin tersiksa dan menjerit begitu kuatnya, cukuplah bagiku untuk menahan dan melunturkan sakit ini tanpa jejak.
Dalam hati kecilku berbisik dengan egoisnya…
“ANJING,,,,
“bukan seperti ini, ini tidak akan merubah apa-apa kalau aku hanya mengingat dan meminta maaf dari kejauhan.
“aku pun ingin tau kabar mereka, Sudah bertahun-tahun aku tak pulang kerumah dan menemui mereka.
“Aku harus pulang, tapi aku takut dan malu.
“Akh… apapun konsikuensinya aku harus pulang.
Tanpa pikir panjang lagi akupun berdiri dan meranjak untuk pulang, tak lupa aku  sapa teman-temanku…
setelah aku sapa dan salam temanku, akupun berbalik badan dan berlari ke tempat daun yang jatuh tadi dengan membawa jaket lusuh di pundakku, tiba di depan daun aku langsung duduk, tangan ku mengelus tubuh daun sambil mulutku berucap, Terimakasih daun, aku mengerti bahwa engkau ada sebagai syari’at, Tuhan adalah hakikat sungguh aku ingin kembali ke jalan-Mu yang lurus.
Tuhan Engkau adalah bagian dariku, tak pernah ku pikirkan betapa Engkau mencintaiku, hanya saja keluputanku sebagai manusia begitu mencekik batin. Sampai saat itu aku kembali dan hilang dari peradaban dunia, aku akan menemui-Mu lewat jalan yang Kau arahkan.

                                         Muhammad Amiruddin.

Dekontruksi Pemahaman Ajaran Islam

Kita pernah mendengar nama seorang Muhammad Syahrur seorang Tokoh Muslim dan pemikir yang cerdas dari Mesir, yang patut kita acungi jempol dan mendadak terkenal karena usahanya untuk meluruskan kembali ajaran Agama Islam yang disebut dengan Dekontruksi Ushulfiqhnya dengan dikaitkan kepada konteks sekarang, namun pemikirannya yang ditulis dalam karyanya dicerca, dikatakan sesat bahkan dikafirkan oleh masyarakat Islam pada saat itu. Karya monumental Ia yang terkenal adalah Alqur’an Alkarim, Qira’ah Al-Ma’ashiroh (Alqur’an Alkarim, Bacaan Kontemporer).
Dari pengalaman inilah, Artinya bahwa Banyak sekali kerancuan akan pemahaman masyarkat Islam tentang ajaran Agama Islam, yang belum bisa memahami maksud Syahrur untuk memunculkan pemahaman baru tentang ajaran Islam, padahal yang digagas olehnya bukan pemahaman baru, melainkan sebatas memahami ajaran Islam dengan pola pikir yang baru, kekeliruan ini dikarenakan doktrin-doktrin teks Agama yang hanya dipahami oleh masyarakat Islam secara tekstual, kemudian hasil dari intrepretasi teks-teks Agama tersebut direalisasikan terhadap kehidupan sehari-hari, akibat itulah ajaran-ajaran Islam banyak yang kurang membumi, disebabkan langkah untuk memahami ajaran Agama itu dimulai dengan deduktif, lalu di manakah letak Islam “rahmatan lil alamin” (Universal) tersebut?
Padahal dalam kehidupan sehari-hari kita, merupakan fenomena-fenomena  keberagamaan sosio-kultural yang mestinya kita jadikan sebagai landasan untuk sebuah pemikiran ajaran Agama Islam, yang cenderung partikularitas atau kondisionalitas, karena ajaran Agama Islam bukan ajaran yang saklek dari ajaran kalsik yang berawal dari pemikiran kondisionalitas pada saat itu oleh para mujtahid, namun  Agama Islam seperti yang saya singgung diatas, bahwa Agama Islam adalah Agama Universal yang akan menjawab segala tantangan kehidupan dari masa ke masa.
Idealnya demikian, namun jika kita mengarah pada realitas sekarang, Agama bukan lagi sebagai penjawab tantangan kehidupan saat ini, tapi malah membuat masalah baru, seperti halnya corak keberagaam yang fundamental melahirkan anarkisme dalam Agama, dikarenakan mereka sangat saklek dalam memahami dan mentransformasikan teks-teks wahyu ke dalam kehidupan realita. Akhirnya Agama Islam dinilai sebagai kebenaran mutlak yang menutup masyarakat akan kesadaran kritis terhadap realita dan muncul untuk mengkritisi dan mengkaji ulang beberapa konsep pemahamannya, yang cenderung Ekslusif.
Sementara itu, Banyak sekali ummat Islam memahami Al-qur’an dengan merujuk pada kitab Tafsir yang seolah-olah itu benar, jika kita menganggap bahwa tafsiran adalah kitab yang mutlak benar, maka kita sama halnya membuat kitab suci baru, padahal tafsir hanya bagian terkecil yang ditulis dari keluasan pemahaman seseorang mengenai Al-qur’an, dan kebanyakan interpretasi para muffasir itu berdasarkan kondisi pada saatnya, dan itu tidak menutup kemungkinan tidak berlaku pada kondisi saat ini, kita sah-sah saja menginterpretasikan teks-teks wahyu yang memang sulit dipahami oleh masyarakat Awam dengan pola pikir kita, namun tetap tidak keluar dari substansi ajaran Islam.

Sabtu, 19 Oktober 2013

Aku dan perasaanku.

 Aku Dan perasaanku.
Apa benar ada sebuah ungkapan bahwa "cinta tak harus memiliki"? Atau hanya sebuah statement untuk menghibur sebuah perasaan yg tak terwujud..
Melihatmu bahagia bersama orang lain, itu juga bagian dari kebahagiaanku..
Akh… Itu hanya kalimat dusta, sebuah presepsi yang digunakan sebagai penghibur,,,
Kebingunganku pada realitas ini, seakan-akan menjadi bumerang akan kelanjutan hidupku.
Bahkan perasaan ini telah memenjarai kebebasanku..
Ini semua karna Kamu yaa karna Kamu dan Kamu...
Kenapa kamu hadir.. ??
Kenapa aku kenal kamu..??
Kenapa hati ini selalu inginkanmu..??
Kenapa dipikiranku selalu ada kamu..??
Kenapa aku tak bunuh saja kamu..??
Gara-gara kamu.!!
Aku telah kehilangan Tuhan...
Aku tak peduli dengan harapan dan citaku..
Aku tdk menganggap bahwa bumi ini penuh manusia...
Αkh… Kenapa aku harus menyalahi kamu??
Padahal kamu tak kenal aku..
Apakah aku manusia yang manusiawi..???
"BUKAN"
Aku adalah aku, yang entah.